Toyoda Dan Konsep Monozukuri
‘Toyoda dan Konsep Monozukuri’
Tokyo -Toyota telah berkiprah di Indonesia dalam membangun industri otomotif hampir setengah abad. Atas jasa ini, pada tahun ini salah satu pendiri Toyota, Dr Soichiro Toyoda dianugerahi oleh pemerintah Indonesia Bintang Jasa Utama. Bagaimana Toyota mengembangkan konsep manajemen ‘monozukuri’?
‘Monozukuri’ merupakan kata dalam bahasa Jepang asli, yamato kotoba, yang terdiri dari mono yang berarti produk dan zukuri yang berarti proses pembuatan atau penciptaan.
Namun, konsep tersebut mengandung makna yang jauh lebih luas, yang menggambarkan teknologi dan proses dari pengembangan, produksi, dan pembelian secara terintegrasi.
Monozukuri juga mengandung makna ‘intangible qualities’ seperti keterampilan dan dedikasi untuk melakukan penyempurnaan secara terus menerus.
Lebih dalam lagi, monozukuri juga mengandung nada keunggulan (excellence), keahlian dan keterampilan (skilss), jiwa/roh pendorong (spirit), semangat (zest), dan kebanggaan (pride) dalam kemampuan untuk menciptakan dan memproduksi barang dengan sangat baik.
Profesor Takahiro Fujimoto, seorang ahli teori monozukuri terkemuka Jepang dari Tokyo University mengatakan monozukuri adalah seni, pengetahuan, dan keterampilan membuat barang.
Lantas bagaimana konsep monozukuri ini diterapkan Soichiro Toyoda dalam membangun Toyota di Indonesia?
“Selama ini saya selalu berusaha keras memajukan manejemen monozukuri dengan 5 pilar,” kata Toyoda, yang saat ini menjabat Honorary Chairman Toyoto Motor Corporation (TMC) dalam keterangan tertulis setelah menerima medali Bintang Jasa Utama yang diserahkan Dubes RI untuk Jepang Yusron Ihza Mahendra di kantor KBRI, Tokyo, Selasa (15/12/2015) lalu.
Lima pilar yang dikembangkan Toyoda, yaitu Genchi-Genbutsu (datangi dan lihatlah sendiri), Ji Koutei-kanketsu (membangun kualitas), pasarlah yang menentukan harga, tantangan terus menerus untuk berinovasi, dan pengembangan SDM yang sekaligus menjadi dasar untuk 4 butir lainnya.
“Untuk membuat suatu produk, sangat penting untuk mengembangkan SDM terlebih dulu. Kita perlu melakukan sirkulasi/rotasi orang yang rajin belajar dan rajin bekerja berkumpul dan menyusun pengalaman monozukuri, serta menantang diri sendiri untuk mencapai tahap yang lebih tinggi dalam skill dan keterampilan serta membuat produk yang bernilai lebih tinggi,” kata Toyoda, yang pernah menjabat Presiden TMC pada 1982-1992 ini.
Yang penting dalam monozukuri, kata Toyoda, adalah tekad dan kesungguhan untuk menyelesaikan suatu tugas sampai akhir dengan meneguhkan cita-cita masa depan atas dasar prinsip pelaksanaan daripada teori.
Menurut Toyoda, salah satu realisasi dalam konsep monozukuri yang dilakukan Toyota di Indonesia adalah membangun Toyota Technical Skills Academy, yang berkontribusi bear untuk meningkatkan kapabilitas di lapangan.
“Dengan filosofi we make people before we make product’, kami berharap dapat berkontribusi terhadap perkembangan Indonesia secara terus menerus,” kata ayah dari Presiden Toyota saat ini, Akio Toyoda.
Dalam membangun industri otomotif di Indonesia, menurut Toyoda, Toyota juga memikirkan bagaimana bisa berkontribusi terhadap perkembangan ekonomi dan sosial di Indonesia dan berperan sebagai good corporate citizen.
“Hal terpenting bagi kami adalah ketika bimbang menentukan suatu keputusan, tentukanlah berdasarkan apa yang terbaik bagi negara setempat,” ujar Toyoda.
Toyoda mengatakan penting juga memiliki pemikiran dasar tidak hanya memandang Indonesia sebagai pasar, tapi ingin berkontribusi terhadap perkembangan sosial dan ekonomi Indonesia melalui kolaborasi industri dan pengembangan SDM dalam jangka panjang dengan menghargai keinginan Indonesia.
“Beberapa waktu lalu kami memulai proyek bernama IMV (innovative international multi-purpose vehicle), khusus untuk negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Proyek IMV sangat penting dikembangkan di negara berkembang, seperti di Indonesia,” jelas dia.
Arifin Asydhad – detikOto
Source: auto2000.co.id
Komentar
Posting Komentar